SERI EKO-SUFISME # 12: MAKRIFAT DARI NYAMUK

Suwito NS

 

Sepanjang mata memandang, semua ciptaan Allah ada fungsinya dan manfaatnya. Apalagi yang langsung diciptakan Allah. Misalnya nyamuk. Nyamuk yang biasa kita kejar-kejar memiliki fungsi dan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan kita ini. Ayo tebak apa fungsinya ? Paling tidak dia menjadi santapan empuk (makanan pokok) bagi cicak, tokek, dan kodok, dan hewan sejenisnya. Jika kita renungkan memang ini tergolong aneh. Karena cicak, tokek, dan kodok bukan binatang bersayap, tetapi anehnya dia memburu dan mengkonsumsi nyamuk sebagai binatang bersayap. Memikirkan hal ini saja akan membuka menuju pengetahuan yang luar biasa.

Nyamuk juga dapat menjadi “tester” telinga kita. Menjelang tidur, saat masih terjaga, terkadang kita disibukkan dengan cara menghalau nyamuk yang terbang sambil mengetes kepekaan telinga kita. Di samping itu, Allah juga memberi warning dengan keberadaan banyak nyamuk. Dengan demikian berarti lingkungan kita sudah kotor, banyak jembangan (comberan) air yang tidak mengalir. Keadaan ini sangat baik digunakan berkembangbiaknya nyamuk. Mulai nyamuk yang biasa-biasa sampai nyamuk yang luar biasa berbahaya (membawa penyakit tertentu).

Nyamuk menjadikan sebagian orang menjadi kaya dan cerdas. Seseorang dapat menangkap peluang bisnis dan mengembangkan “obat anti nyamuk” mulai dari yang sangat sederhana atau tradisional (tirai, anti nyamuk bakar) sampai yang modern (baju anti nyamuk, elektrik, raket elektrik, sampai yang berbasis aplikasi handphone, gelombang elektro magnetik). Ini membuat manusia cerdas dan kaya.

Sebagian orang juga cerdas secara spiritual karena dengan nyamuk dia belajar tentang kehidupan. Dari nyamuk, dia memperoleh ma’rifat (berpengetahuan sejati dan benar) tentang diri dan Tuhannya. Nyamuk mengantarkan perilaku syukur yang mendalam. Ma’rifat itu diperoleh dari pelajaran menarik dari cara nyamuk mendapatkan makanan. Dalam mencari makanannya, nyamuk harus berjuang agar dia selamat. Nyamuk ditakdirkan Allah harus menghadapi resiko berat bahkan kematian saat mencari makan. Sedangkan makanan pokoknya adalah darah (mohon koreksi kalau salah), baik darah manusia atau hewan. Belum saja makan, dia dikejar-kejar dihalau ke sana-kemari baik dengan obat atau alat oleh ibu-ibu yang bayinya ingin tidur nyenyak tanpa terganggu nyamuk. Intinya, makan = kematian. Sebaliknya, istirahat = juga kematian. Karena istirahatnya harus hinggap. Saat hinggap dia telah ditunggu banyak pemangsa baik hewan melata atau serangga seperti cicak, tokek, kodok, hingga semut.

Perjuangan yang luar biasa dari habitat dan perjuangan nyamuk mengantarkan rasa syukur yang sangat mendalam bagi kita. Semua itu mengantarkan pengetahuan yang mendalam tentang kehidupan manusia yang tidak sekeras kehidupan nyamuk. Memang, Allah telah menjamin semua rizki makhlukNya. Namun, rezeki itu harus dicari. Pada dunia manusia, resiko kematian karena kerja memang ada, tetapi tidak seekstrim nyamuk. Resiko kematian pada saat istirahat juga ada tetapi tidak seekstrim nyamuk.

Saat ini, bagi kita, apalagi di Indonesia, atas ijin Allah mencari makanan sekedar untuk mengenyangkan perut itu ternyata tidak susah. Ini pernah saya alami saat praktik Financial Freedom Training di Bogor, sekitar 6 tahun yang lalu. Di mana seluruh peserta diwajibkan terjun lapangan secara berkelompok 10 orang selama 6 jam untuk mendapatkan uang halal tanpa modal. Seluruh peserta tidak boleh membawa uang, dompet, ATM, HP, dan semua alat komunikasi. Semua disimpan di panitia. Semua peserta harus sudah makan saat kembali ke tempat training, karena panitia tidak menyediakan makan malam.

Pengalaman saya selama terjun lapangan membuktikan bahwa mencari makan hanya sekedar untuk menghilangkan rasa lapar ternyata mudah. Ini kuasa dan kasih sayang Allah pada makhluk yang namanya manusia. Hal ini karena, Allah masih menginstall empati kepada banyak orang dengan keadaan lapar saudaranya.

Pelajaran (ilmu, makrifah) yang bisa kita petik dari kasus nyamuk di atas akan mengantarkan manusia menjadi lebih bersyukur dan lebih taat karena kemudahan yang diberikan Allah. Lebih cerdas karena tertantang agar nyamuk tidak mendekat. Lebih bersih lagi agar nyamuk tidak berkembang biak di jembangan.

Masalah nyamuk pernah dikabarkan Allah dalam QS. Al-Baqarah: 26

“Inna Allah la yastahyi anyadhriba matsalan ma ba’udhatan fama fauqaha…” (Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpaan seekor nyamuk atau lebih rendah dengannya…). Renungan atas ayat ini menjadikan kita lebih paham dengan maksud Allah subhanahu wata’ala.

 

Allah A’lam bi al-Shawab

Berbagi Ilmu:

9 komentar untuk “SERI EKO-SUFISME # 12: MAKRIFAT DARI NYAMUK”

  1. Maturnuwun pak, saya sudah mulai suka dg tulisan bapak n selalu melihat hp menunggu postingan baru, saya sadar ini sangat bermanfaat untuk pengeling diri

  2. agung Soewargono

    Mantap…sangat menginspirasi, semoga saya bisa melahirkan karya yg terinspirasi dari tulisan ini. keren Prof.

  3. Sy tdk coment, posisi sy blm disitu…he..

    لايغرس المسلم غرسافياكئل منه إسان ولا دابة ولاطيرظ إلا كان له صدقةإلى يوم القيامة
    Wallahu ‘alam..

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *