Suwito NS
Umur manusia saat ini rata-rata 65 tahun. Kalaupun kita diberi umur lebih dari 65, berarti lebihan tersebut adalah bonus. Berapa umur Anda sekarang ? Mungkin ada yang baru 17 tahun, atau 20 tahun, atau bahkan 35 tahun atau ada yang sudah terbilang banyak umur seperti saya.
Umur Anda adalah hidup Anda. Secara umum, tutup umur (usia) sama dengan mati. Bagi sebagian orang mati adalah terputusnya seluruh aktivitas. Ingat itu hanya sebagian orang. Sebagian lainnya, aktivitas masih jalan terus jika seseorang memiliki karya, terutama karya dalam bentuk tulisan.
Coba Anda merenung sejenak. Saat Anda membaca buku-buku yang penuh inspirasi seperti Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, atau Al-Chemist-nya Paulo Coelho, Religiusitas Alam tulisan Abdul Wachid BS atau karya besar lain seperti, Ihya Ulum al-Din Hujjat al-Islam Imam al-Ghazali, Mantiq al-Thayr karya Aththar, dan seterusnya atau buku-buku lainnya.
Saat membaca tulisan itu, sebenarnya Anda sedang belajar dari pengalaman penulisnya. Anda belajar dari Andrea Hitara, Abdul Wachid BS, Paulo Coelho yang sekarang orang-orang masih hidup. Tetapi ketika Anda membaca Ihya Ulum al-Din atau, Mantiq al-Thayr Anda secara tidak langsung diajak melanglang buwana ke pikiran al-Ghazali dan Aththar. Saat Anda mengikhlaskan membaca buku-buku tersebut, al-Ghazali dan Aththar yang sudah meninggal berpuluh abad yang lalu seolah masih berkomunikasi dengan Anda melalui tulisannya.
Tanpa karya di atas, mungkin Imam Ghazali dan Aththar tidak akan dikenal orang hingga sampai saat ini. Demikian juga Plato, Aristoteles, Imam Bukhari, Muslim, Malik, Syafi’i, Hanafi, dan tokoh lain dalam dunia akademik lainnya. Belajar dari pengalaman hidup para tokoh di atas, kita dapat simpulkan bahwa karya yang bermanfaat bagi banyak orang akan menjadikan pencetusnya hidup dalam keabadian.
”Hasil karya seseorang
tak kan pernah mati
Meskipun pencetusnya
telah kembali
bersama bintang-bintang“ (Suwito NS).
Atau dengan kata lain,
Berkaryalah,
Anda akan abadi
Sebaliknya, jika kita hanya mengandalkan pada generasi atau anak cucu, justru mereka akan cepat melupakan kita. Menurut survey kecil-kecilan yang saya lakukan di kelas, hasinya demikian:
- 100 % anak pasti mengetahui ke dua orang tuanya.
- 98 % cucu mengetahui 4 orang kakek-neneknya.
- 25 % cicit mengetahui 8 orang buyutnya.
- 1 % canggah mengetahui 16 orang buyut canggahnya.
- 0,1 % canggah wareng mengetahui 32 orang buyut canggah warengnya.
Dari survey tersebut, menyimpulkan bahwa generasi ke empat seorang anak manusia telah mengenal secara sempurnya leluhurnya, kecuali seseorang leluhur yang memiliki nama besar karena memiliki peran sejarah dan karya yang monumental. Salah satu cara memerankan diri dalam sejarah kehidupan manusia adalah dengan cara berkarya, salah satunya adalah menulis.